Sunday 16 April 2017

Bisnis Online = Kerja Manusia Digantikan oleh “ROBOT”

Bisnis online. Suatu kegiatan yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia saat ini. Jual beli online memang benar-benar memberikan kemudahan, baik bagi pembeli maupun penjualnya. Transaksinya cukup melalui media internet. Lagi-lagi internet sangat berperan dalam keberlangsungan hidup kita di era yang modern ini. Internet bukan hanya sebagai sumber informasi, sarana komunikasi, tetapi juga bisa digunakan pebisnis untuk mempromosikan usahanya agar semakin terkenal dan memikat banyak konsumen.


Ada banyak media sosial yang bisa digunakan untuk melakukan bisnis online, diantaranya adalah Facebook, Twitter, dan Instagram. Bahkan saat ini sedang marak adanya platform toko online yang sudah terpercaya keamannya seperti Tokobagus, Tokopedia, Elevenia, Traveloka, Shopee, Go jek dan masih banyak lagi. Adanya sarana untuk jual beli online memberikan peluang bagi masyarakat awam yang tidak mengerti bisnis untuk mencoba menjual barang dan mempromosikan jasanya. Orang bahkan tidak perlu modal besar untuk memulai bisnisnya. Cukup dengan bermodalkan pulsa internet dan akun media sosial, kita bisa menjadi reseller suatu barang dan mendapatkan keuntungan dengan cara mark up harga. Kita juga bisa menawarkan jasa seperti menulis artikel online, design online, dan jasa lainnya.  

Di era yang modern ini, sangat mudah bagi kita untuk menghasilkan uang. Bisnis online memang banyak memberikan dampak positif bagi masyarakat luas khususnya bagi penjual dan pembeli yang bersangkutan, tetapi ada juga pihak yang merasa bahwa bisnis online memberikan dampak negatif.

Apa dampak positifnya?
1)        Transaksi mudah dan praktis
Jika dilihat dari transaksinya, jual-beli online terbilang mudah dan praktis. Mudah karena pembeli hanya tinggal memilih barang melalui gambar yang diposting oleh pebisnis online, lalu tinggal klik ‘pesan sekarang’ dan barang bisa langsung diantar atau bisa juga menghubungi penjual melalui kontak yang sudah disediakan.

Praktis, bagi penjual tidak perlu repot-repot menunggu toko seharian, memajang atau menyusun barang di toko seperti penjual konvensional. Pembeli juga tidak perlu menghabiskan banyak tenaga untuk berkeliling mencari toko yang menjual barang yang diinginkannya. Pembeli hanya perlu menggunakan mata yang jeli dan tenaga jari untuk memilih barang yang tepat dengan harga yang sesuai. Pembayarannya pun cukup mudah, bisa dengan cara transfer di ATM terdekat atau bagi yang punya M-Banking hanya perlu menggerakan jari-jemari tangannya di handphone. Mudah dan praktis bukan? Lelah kaki teratasi dan tidak membuang-buang banyak waktu. Belanja bisa dilakukan dimana saja. Di rumah, di kantor, atau bahkan saat sedang berada di angkutan umum sekalipun.

2)        Menjangkau pasar yang lebih luas
Ini dia, hal yang paling disukai pebisnis online. Mereka bisa menjangkau pasar yang lebih luas daripada pebisnis konvensional. Bagi yang punya follower ratusan di Instagram dan teman ribuan di Facebook pasti tergerak hatinya untuk memulai bisnis online. Dengan mem-posting gambar barang yang akan dijual pada akun media sosial yang selalu aktif, pasti para pembeli online akan berbondong-bondong untuk berbelanja. Apalagi kalau harganya miring

3)        Tidak membutuhkan modal besar
Bisnis online dapat mengurangi biaya produksi dan penyewaan toko sehingga keuntungan yang diperoleh lebih besar. Selain itu juga akan mengurangi ongkos jalan bagi pembeli.

4)        Banyak pihak yang merasakan keuntungannya
Tak hanya penjual dan pembeli yang merasakan keuntungan dari adanya bisnis online. Jual-beli online pasti melibatkan jasa transfer uang untuk pembayarannya. Dengan adanya jasa transfer atau pengiriman uang lewat bank, maka resiko kehilangan uang yang akan dikirim tidak akan mungkin terjadi. Tentu saja transfer uang melalui bank akan memberikan keuntungan bagi pihak bank itu sendiri. Pihak bank jelas akan memperoleh penghasilan dari biaya pengiriman uang tersebut.

Selain jasa transfer uang, jasa kurir juga sangat dibutuhkan untuk keberhasilan bisnis online. Semakin banyak pebisnis online, semakin banyak pula jasa kurir yang dibutuhkan sehingga lapangan pekerjaan sebagai jasa kurir semakin terbuka lebar.

Bisnis online, khususnya yang bergerak di bidang fashion juga akan memberikan keuntungan bagi para model yang cantik dan tampan. Mereka pasti kebanjiran job sebagai endorsement suatu barang yang dijual oleh pebisnis online. Pembeli akan tertarik dan percaya dengan kualitas barang yang dijual apabila yang mempromosikan barangnya adalah seorang model atau artis.

Endorsement  yang dilakukan oleh artis Zaskia Adya Mecca

5)        Memicu pemikiran kreatif
Bisnis online memiliki cakupan yang sangat luas. Kita bisa menjual barang atau mempromosikan jasa apa saja. Barang atau jasa yang ditawarkan secara online sebisa mungkin harus unik atau anti mainstream supaya tidak kalah saing dengan pebisnis online lainnya. Sebagai contoh jasa transportasi online misalnya, bisnis transportasi online saat ini menunjukkan perkembangan yang pesat. Mulai dari jasa transportasi online yang menggunakan motor (Go Jek) lalu merembet ke jasa taxi online (Grabbike). Ada lagi platform yang tak kalah unik seperti Traveloka, Agoda, Blibli, dan Pegipegi yang menyediakan jasa pemesanan hotel, tiket pesawat, dan tiket kereta api. Kita sudah tidak perlu menggunakan cara kuno lagi dengan menghubungi travel agent. Dengan melakukan bisnis online, usaha apapun bisa dikembangkan selagi kita bisa memunculkan ide-ide baru yang unik dan kreatif sehingga laku di pasaran dan bisa mendapat rating yang bagus.



Lalu apa dampak negatifnya? Adakah solusinya?

1)        Pelaku bisnis konvensional merasa dirugikan
Akhir-akhir ini marak terjadi bentrok antara ojek konvensional dengan ojek online. Ojek konvensional merasa dirugikan karena penghasilannya berkurang. Penumpang lebih memilih ojek online karena lebih mudah pemesanannya daripada harus mendatangi pangkalan ojek ketika akan menggunakan jasa ojek konvensional. Persaingan antar bisnis memang suatu hal yang wajar, tetapi bukan berarti saling bentrok dan menjatuhkan. Semua itu tergantung bagaimana cara kreatif kita untuk bersaing secara sehat. Semakin kreatif pemikiran untuk memajukan usaha kita, maka semakin berhasil bisnis kita dalam mengalahkan jutaan pesaing di luar sana. Kita semua tau bahwa perkembangan teknologi di bumi ini semakin pesat, mau tidak mau kita harus mengikuti perkembangan zaman supaya bisa bersaing secara seimbang.

2)        Membuka kesempatan adanya penipuan
Bisnis online yang tidak terpantau akan membuka kesempatan terjadinya penipuan sehingga terjadi kerugian besar bagi pembeli. Adanya penipuan menimbulkan ketidakpercayaan dalam membeli barang secara online. Oleh karena itu untuk mencegah terjadinya penipuan, pembeli harus berhati-hati saat berbelanja online dengan memperhatikan keaslian akun bisnis online serta informasi lengkap tentang akun bisnis online tersebut.

3)        Pergeseran dari media sosial ke platform toko online
Saat ini banyak pebisnis online yang telah sukses mengembangkan pasarnya melalui media sosial (seperti Facebook dan Instagram) memilih untuk beralih membuat akun baru di platform toko online. Semakin banyaknya platform toko online membuat pebisnis online kewalahan mengelola akun-akunnya.
Media Sosial
Platform Toko Online

4)        Efek jangka panjang: Kerja manusia digantikan oleh teknologi
Jadi ingat film Doraemon yang berjudul Labirin Kaleng. Film itu bercerita tentang manusia di abad ke-22 yang membuat robot agar dapat berfungsi layaknya manusia untuk membantu pekerjaan-pekerjaan manusia. Lalu ada seorang ilmuwan yang membuat robot yang lebih canggih, robot itu dapat berpikir dan bekerja selayaknya ilmuwan untuk membantu sang ilmuwan dalam menciptakan penemuan-penemuan baru.

Teknologi akan merajai dunia seperti di film Doraemon

Robot itu lalu menciptakan sebuah alat transportasi yang membuat manusia tak perlu repot-repot berjalan, bernapas, bahkan buang air besar lagi. Manusia menjadi bergantung pada alat tersebut sehingga membuat mereka lumpuh karena tak pernah menggunakan kakinya lagi. Robot itu kemudian berubah menjadi jahat karena terlalu sempurna. Ia diciptakan dengan akal dan ingin menguasai dunia, memperjuangkan kasta robot yang bukan sekedar pembantu manusia. Robot itu lalu menculik dan memusnahkan manusia.



Akankah jasa kurir digantikan oleh teknologi? Akankah pengelola akun bisnis online digantikan oleh teknologi? Akankah semua kerja manusia digantikan teknologi seperti dalam film Doraemon? Tidak ada yang tidak mungkin, semua bisa terjadi seiring dengan perkembangan teknologi yang semakin pesat. Manusia semakin banyak memunculkan ide-ide barunya untuk bersaing, menguasai bisnis, dan meraup banyak keuntungan. Manusia menguasai dunia dengan cara menciptakan teknologi yang memudahkan mereka hingga sampai pada suatu titik dimana manusia menjadi tidak berguna. Teknologi yang akan berbalik memperbudak manusia.  

Sunday 5 March 2017

Waktu Shubuh


Di pagi yang ke sekian kalinya, aku melihat langkah seorang pemuda menapaki jalan berbatu. Sepasang sandal jepit berwarna biru menghiasi langkahnya yang pasti.  Pandangannya menatap fokus ke arah tujuannya. Di balik jendela ruang tamu ini, dia tak akan tahu kalau sebenarnya aku selalu memperhatikan langkahnya yang hendak menuju surau untuk melaksanakan shalat shubuh berjamaah.
“Sari, selepas shalat shubuh segeralah pergi ke pasar.” Mamak mengagetkan ku dari belakang. Sepertinya aku ketahuan sedang mengintip seseorang dari balik jendela.
“I’ya Mak.” Aku menjawab singkat. Kegugupan pasti terlihat dari raut wajah ku.
“Tadi malam Mamak mendapat kabar kalau Mamas mu Wicak akan datang hari ini.” Untungnya Mamak tak membahas perihal siapa yang sedang aku perhatikan di luar sana.
“Mas Wicak? Tumben sekali dia datang di awal ramadhan seperti ini.” Aku senang sekaligus kaget mendengar kabar kalau kakak ku akan datang secepat ini. Anak-anaknya pasti sudah tumbuh besar. Aku sudah membayangkan bagaimana ramai nya rumah ini kalau ketiga anak kembarnya berlari-larian, bertengkar, dan menangis. Ah, aku rindu sekali dengan Mas Wicak. Sudah setahun aku tidak bertemu dengannya. Aku yakin lemak di perut dan lengannya sudah menebal seperti om-om. Mbak Kinan, istrinya juga pasti semakin cantik.
“Tetapi dia tidak datang sendiri.” Mamak memalingkan tatapannya ke arah jendela. Air mukanya tak dapat aku baca.
“Bukannya Mas Wicak tak pernah datang sendiri?” Aku mengernyitkan dahi. “Dia datang bersama anak dan istrinya kan?”
“Tidak, dia datang bersama pemuda dari sana.” Mamak tak berkedip dan tangannya mengepal. Ini sudah yang kesekian kalinya aku melihat sikap beliau seperti ini. “Mamak hanya ingin kau tak berlama-lama sendiri. Ingat usiamu yang sudah hampir kepala tiga. Secepatnya Mamak akan siapkan pernikahanmu.”
“Aku bukannya ingin berlama-lama sendiri…” Aku berkata lirih hampir tak terdengar.
Aku hendak berlalu, namun langkahku terhenti saat mamak membentakku. “Kalau tidak ingin berlama-lama sendiri, lalu kenapa tidak segera?!” Mamak memekik, mata nya melotot. Baru kali ini Mamak membentak dengan kasar kepada ku. “Sudah berapa kali kamu menolak lamaran orang lain Sar?” Nada suara Mamak menurun, terdengar lirih dan parau.
Aku berbalik arah dan segera memeluk Mamak yang sudah meneteskan air mata. “Tolong batalkan kedatangan Mas Wicak dengan pemuda itu Mak.” Aku menghela napas sejenak. “Sebenarnya Sari menyukai salah satu pemuda di kampung ini.”
“Siapa?” Mamak menyeka air matanya dan lekas menatapku.
Dia adalah lelaki yang selalu aku perhatikan di waktu shubuh. Aku mengenalnya saat Mamak mengajakku berkunjung ke rumahnya. Saat itu ibunya sedang sakit keras. Mamak ku menjenguk ibunya karena beliau adalah teman Mamak ku sewaktu kecil.
Aku hampir terkikik saat pertama kali mendengar namanya. “Laksa” adalah nama panggilannya. Bagaimana tidak, setahuku laksa adalah sejenis makanan mi yang berkuah. Ku kira namanya tak sesuai dengan perangainya yang sangar didukung oleh rambut gondrong dan tato bergambar abstrak di lengannya. Namun sepertinya saat itu dia tahu kalau aku sedang menahan tawa akibat mendengar namanya. Matanya lalu menatap mata ku dengan tajam. Tawa ku pun terhenti saat dia menjelasakan perihal nama lengkapnya.
“Aku menyukai pemuda bernama Laksamana Wiratama.” Aku menjawab dengan yakin, namun tak berani menatap Mamak.
“Apa?!” Mamak merenggangkan pelukanku dan menatapku nanar. “Jadi selama ini kau menyukai lelaki pecandu seperti dia?”
Saat pertama kali aku melihat Laksa, tubuhnya memang kurus kering, matanya cekung, dan penampilannya tak jauh berbeda dengan preman. Dari awal aku sudah menyangka kalau dia adalah “pemakai”. Keesokan harinya selepas shubuh, ternyata dugaanku terbukti. Di lorong pasar yang gelap, aku tak sengaja melihat Laksa sedang menyuntikkan jarum suntik di lengannya. 
“Tapi itu dulu Mak, sekarang dia bukan pemakai lagi.” Aku membantah Mamak sambil merengek agar beliau yakin kepada ku.
“Darimana kau tahu kalau dia bukan pemakai lagi?” Mamak mengernyitkan dahi, menunjukkan air muka penasaran. 
“Semua terjawab saat aku melihat dia selalu berjalan ke surau untuk shalat shubuh berjamaah.” Aku kembali mendekap Mamak.
            “Hanya karena itukah?”
            “Aku kira cukup itu saja Mak. Aku yakin arah langkahnya kini bukan lagi menuju lorong-lorong pasar untuk memakai barang haram itu.”
Aku tak pernah sama sekali bertegur sapa dengannya pasca berkenalan di rumahnya kala itu. Tetapi aku selalu memperhatikannya di waktu shubuh. Sudah satu tahun terakhir ini dia tak terlihat lagi di lorong pasar. Kini langkahnya terlihat jelas, di bawah lampu jalan yang temaram dia langkahkan kakinya menuju rumah-Nya.
“Lalu apa kata orang nanti?”
“Pedulikah kata orang? Ini perkara kebahagiaanku Mak, bukan kebahagiaan orang lain.”
“…”. Hening. Mamak terdiam tak memberi jawaban.
Lalu beliau menghamburkan tubuhnya ke tubuhku, memelukku erat sambil berbisik “Kebahagiaanmu adalah kebahagiaan Mamak juga nak.”


(Bandar Lampung, 21 September 2016)

Saturday 4 June 2016

LONG JOURNEY (Bagian tiga: Malam di Jogja)


Perjalanan yang panjang membuat ketiga sahabat itu tertidur lelap di sandaran kursi kereta api. Memang tak sampai berhari-hari di perjalanan, namun 10 jam 30 menit adalah waktu yang cukup lama bagi mereka yang tak sabar sampai ke tempat tujuan. Setelah melewati beberapa kota dengan beberapa cuaca berbeda-kadang panas, mendung, gerimis, bahkan hujan lebat-akhirnya mereka sampai di stasiun Tugu Jogja.
Ketiga sahabat itu melepas kantuknya dengan pandangan yang menyapu seisi stasiun Tugu Jogja. Begitu turun dari kereta, mereka melihat pintu besar berwarna coklat serta langit-langit yang tinggi. Pesona bangunan stasiun itu masih dipertahankan keasliannya-karena dibangun pada masa kolonial Belanda, maka arsitektur bangunannya sangat kental dengan nuansa Eropa. Tak hanya melihat bangunan tua yang megah, mereka juga melihat derek tua yang disinari lampu-lampu temaram menjadikan pemandangan di stasiun utama kota gudeg itu semakin apik.
Malam itu, mereka langsung menuju angkringan di sekitar stasiun. Kelihatannya mereka sudah kehabisan energi saat tidur selama perjalanan. Di angkringan itu menyediakan menu makanan seperti nasi kucing, gorengan, sate usus, sate telur puyuh, dan minuman seperti teh hangat serta wedang jahe. Mereka bertiga memesan nasi kucing dan teh hangat. Tak sampai lima menit, mereka telah menghabiskan hidangannya.
“Aku masih laper nih kayaknya,” tukas Bintang setelah meneguk habis teh hangatnya.
“Gila, udah makan sebanyak ini kamu masih laper?” Ara menujuk-nunjuk piring yang ada di hadapan Bintang.
“Aku juga masih pengin ngemil nih,” lanjut Karin sambil mengaduk-aduk teh hangat nya yang tinggal sepertiga.
“Ya ampun kalian ini, badan mini tapi kalau makan banyak juga ya.” Ara tak habis pikir dengan mereka berdua.
Di antara mereka bertiga, memang hanya Ara yang memiliki tubuh tinggi dan cukup berisi, sedangkan Bintang dan Karin memiliki tubuh ramping dan tinggi badan yang hanya 155 cm. Mungkin itulah sebabnya Ara sudah laku terlebih dahulu ketimbang Bintang dan Karin.
“Terus, kalian mau nambah lagi?” lanjut Ara.
“Enggak lah, gimana kalau setelah ini kita jalan-jalan cari cemilan?” Bintang menerangkan ide nya.
“Hah? Kamu memang nggak capek? Kita cari tempat penginapan dulu lah, udah malam nih.” Ara menolak halus, kelihatannya ia sudah lelah dengan perjalanan hari itu.
“Hm, kan kita bisa menyelam sambil minum air.” Karin mencuri pandang ke arah Bintang, menampakkan air muka yang kompak untuk merayu Ara.
“Maksudnya?” Ara kelihatan bingung.
“Yahh, sembari kita mencari tempat penginapan yang nyaman, kita bisa mampir dulu ke toko cemilan.” Karin menjelaskan sambil tangannya menunjuk ke arah toko cemilan yang jaraknya cukup jauh dari tempat angkringan yang mereka datangi.
“Iya kita kesana sebentar ya ra.” Bintang merayu Ara dengan tatapan manja nya yang khas ala anak tunggal yang harus dituruti kemauannya.
“Memang kalian nggak capek bawa-bawa koper sampai ujung jalan sana?” Ara masih menolak dengan cara halusnya. Ia menghela napas sebentar. “Aku bawa cemilan kok, nanti kalian bisa makan cemilan ku dulu.” Ara berharap agar mereka berdua mengabulkan keinginannya.
“Nggak mau, aku mau cemilan khas Jogja. Kita bisa beli di toko yang tadi Karin tunjuk.” Bintang masih saja merengek meminta agar dituruti.
“Nggak bisa!” kelihatannya kesabaran Ara sudah habis.”Kita harus cari penginapan dulu, nanti kita baru cari cemilan.”
Seketika seluruh pengunjung angkringan yang ada disitu terdiam mendengar pekikan Ara, Bintang dan Karin pun terdiam.
Wanita separuh baya pemilik angkringan itu tiba-tiba berkata, “Nduk, rumah di sebelah kanan kalian itu adalah rumah saya. Ada satu kamar kosong disana, kalau bingung cari penginapan, kalian bisa menginap sementara disana. Kalau sudah malam begini, biasanya susah cari hotel-penuh-kecuali kalian sudah pesan terlebih dulu.” Wanita itu sepertinya mendengarkan dengan jelas apa yang sedaritadi diperdebatkan oleh mereka bertiga. Ia menunjuk ke arah rumah tua yang cukup besar.
“Oh begitu ya bu, kalau boleh kami menginap disana satu malam saja. Besok kita akan cari penginapan lain.” Ara segera menanggapi wanita itu. Ia menjelaskan permintaannya tanpa berunding terlebih dahulu dengan Bintang dan Karin. Sedangkan Bintang dan Karin saling menatap dan tersenyum kecut.
“Mari nduk, ibu antar ke kamar.” Wanita itu meninggalkan angkringannya, kemudian berjalan menuju sebuah rumah yang ditunjuk tadi. Ara menggeret kopernya, menyamakan langkah wanita pemilik angkringan yang sudah berjalan mendahuluinya. Sedangkan Bintang dan Karin melangkah ragu di belakangnya.
Saat pintu rumah dibuka, tak ada siapa-siapa disana. Perabotan yang mengisi rumahnya semuanya bernuansa kuno. Wanita itu lalu mengantar mereka ke arah kamar depan. Saat pintu kamar dibuka, terlihat sebuah kasur busa berukuran besar yang terbaring di atas lantai keramik tanpa seprai, disebelahnya terdapat lemari kayu besar, dan di bagian pojok kamar itu terdapat kamar mandi.
“Ini Nduk kamarnya, sempit ya? Tapi semoga bisa menghilangkan lelah ya.” Wanita itu mempersilahkan mereka bertiga masuk. “Oh iya, bantal, seprai, dan guling nya ada di dalam lemari.”
“Terima kasih ya bu. Oh iya nama ibu siapa?” Ara merangkul pundak wanita tua itu yang hendak keluar dari kamar.
“Nama saya Nyimas.” Wanita itu lalu pergi meninggalkan mereka dan kembali menuju angkringannya.
Selepas Bu Nyimas pergi, Karin langsung merebahkan tubuh nya ke kasur yang lumayan empuk itu. Sedangkan Bintang yang sedari tadi hanya bisa tersenyum kecut, akhirnya angkat bicara, “Kamu kok langsung percaya sih sama wanita itu? Kita kan nggak kenal, kamu malah langsung menerima tawarannya.”
“Bu Nyimas itu baik Bin, beliau rela ninggalin angkringannya sebentar, nganterin kita kesini, terus dikasih gratis pula penginapannya. Lagipula kita nggak punya alasan yang tepat untuk menolak.” Ara menjelaskan seadanya. “Kita itu ibarat ladang. Saat kita jadi ladang kebaikan orang, biarlah orang itu menggarap kita dengan kebaikannya. Perluaslah ladang kita, jangan dipersempit. Lagipula kita nggak rugi-kita dapat kebaikannya, orang itu menuai hasilnya.” Ara melanjutkan.
“Lihat nih, lemari nya aja tua banget, bau kapur barus lagi. Memang kamu nggak takut apa kalau wanita itu….”
“Husssh! Ngomong apaan sih Bin. Udah ah, aku mau tidur.” Ara lalu ikut merebahkan tubuhnya di samping Karin yang sudah tertidur pulas.

“Eh eh jangan tidur dulu.” Bintang menggoyang-goyangkan tubuh Ara dan Karin. “Katanya kalau udah dapet tempat penginpan mau cari camilan?” Tetapi mereka tak juga membuka mata nya, alhasil Bintang juga ikut memejamkan mata di sebelah Ara. 

LONG JOURNEY (Bagian dua: Berbohong)

Pagi ini pukul 07.00 WIB, awan kelabu menggantung-seolah siap menumpahkan hujan lebat di kota metropolitan-yang pasti akan mengganggu para penghuninya apabila benar hujan akan tumpah di senin pagi yang super sibuk itu. Terutama bagi ketiga sahabat pejuang skripsi yang sudah memiliki rencana matang akan pergi pagi ini. Mereka penat akan peliknya dunia kampus hingga memaksa mereka untuk pergi melibur di hari kerja. Ketiga mahasiswi tingkat akhir itu memang sudah tak ada tanggungan kuliah lagi, meskipun begitu ada momok yang lebih besar ketimbang kuliah yaitu “skripsi”. Harapan mereka, dengan sejenak liburan bisa me-refresh otak yang sudah kadung buntu.
Dering handphone yang ke-tujuh memaksa Bintang untuk membuka matanya. Rambut panjang yang tergerai menutupi wajahnya, ia sibakkan ke belakang. Cukup lama ia terduduk di tepi ranjang untuk sekedar mengumpulkan nyawanya yang sempat pergi entah kemana semalam. Dengan malas ia berjalan mengambil handphone yang sedang bedering di atas meja belajarnya.   
“Hallo….” Bintang kembali memejamkan mata saat mengangkat telepon. Ia tak sempat melihat di layar mengenai siapa yang menelepon.
“Hallo Bintang, kereta berangkat jam berapa?”
“Oh ini Ara ya, kan aku udah bilang tadi malam kalau kita berangkat jam 9 pagi dari Stasiun Grogol.” Bintang mencoba menjelaskan sambil menguap tanda masih mengantuk.
What!! Kamu kenapa baru bilang sama aku? Aku udah janji sama dosen pembimbing mau ketemu jam setengah 9 pagi, yah itupun kalau beliau datang tepat waktu,” tanya Ara setengah berteriak menunjukkan kepanikannya.
“Loh, aku kan udah bilang sama Karin berangkat jam 9 pagi. Aku suruh dia untuk bilang ke kamu.”
“Karin nggak kasih kabar apa-apa tuh semalam,” jawab Ara dengan kesal.
“Oh mungkin dia lupa. Semalam aku telepon kamu-tapi hp mu nggak aktif-jadi aku suruh Karin yang ngasih tau kamu. Maaf ya,” jawab Bintang merasa bersalah.
“Iya deh, ya udah aku siap-siap ke kampus dulu mau nyerahin revisian.”
“Oke sukses unt…..” belum selesai Bintang menyemangati, Ara sudah menutup teleponnya terlebih dahulu. Ia kesal dengan Karin, karena pesannya tidak disampaikan ke Ara. Ia berniat untuk mengocehi Karin saat bertemu di stasiun nanti.
 Selepas mengangkat telepon dari Ara, Bintang menyempatkan diri untuk melihat layar handphone-nya sebelum pergi ke kamar mandi. Di layar, terlihat 6 pemberitahuan panggilan tak terjawab dari Ara, dan 2 pesan masuk. Ia buka pesan pertama yang pengirimnya adalah nomor tidak dikenal.


Sender: 085xxxxxxxxx
“Apa kabar Bintang Senjani? Hari ini aku wisuda. Kalau nggak keberatan, kamu nanti malam datang ya ke rumahku untuk sekedar ikut acara perayaan hari kelulusanku. Ajak teman-teman kamu juga ya, Ara sama Karin. Thanks. By: Tristan”

Cukup lama Bintang menatap layar, ia baca berulang kali pesan dari Tristan. Ia sempat bingung, karena hari ini ia sudah ada rencana akan pergi liburan bersama kedua sahabatnya. Namun akhirnya Bintang tak membalas pesan dari Tristan. Ia tak ingin membatalkan acara liburannya yang sempat tak disetujui oleh Ara.
“Hmm Tristan Aryawicaksana, S.E. Ternyata Tristan lebih dulu mendapat gelar sarjana daripada aku. Selamat ya….” Bintang hanya menggumam pelan.

Di dalam hati kecilnya, ia sempat ingin mengingat kembali masa-masa pacaran dengan Tristan. Tetapi segera ia tepis agar tidak berlarut-larut mengingat masa lalunya yang sekarang sudah ia lupakan, katanya. Ia melanjutkan untuk membuka pesan kedua yang nama pengirimnya sudah tak asing baginya.

Sender: Hiro
“Bintang hari ini kita jadi ke perusahaan untuk nyerahin kuisioner skripsi kita kan? Kita ketemuan di kampus dulu ya jam 9 pagi.”

Hiro adalah teman sekelasnya yang sudah 3 bulan terakhir ini tak pernah absen untuk mengirim pesan setiap hari barang sekali-dua kali. Hiro memang satu tim penelitian dengan Bintang sejak 3 bulan yang lalu, mereka sering bekerjasama, berdiskusi, dan sesekali bertemu untuk membahas mengenai topik skripsi mereka. Bagi mereka, selalu ada saja topik pembicaraan yang dibahas apabila mereka tidak berjumpa di kampus.

Dan pagi ini, Bintang lupa kalau sudah ada janji dengan Hiro akan pergi ke perusahaan tempat penelitiannya berlangsung.

“Maaf banget ya Hiro, aku nggak bisa hari ini. Mendadak ada urusan keluarga di Jogja selama seminggu. Kamu duluan aja nyerahin kuisionernya, minggu depan aku nyusul.”
Status: Delivered to Hiro

Bintang terpaksa berbohong kepada Hiro. Ia berpikiran bahwa pasti Hiro akan marah besar apabila mengetahui kalau ia liburan bersama teman-temannya selama seminggu.


Sender: Hiro
“Oke deh nggak apa-apa. Aku ke perusahaannya nunggu kamu pulang aja. Soalnya kan kita satu tim, kuisioner kita saling berkaitan. Kalau aku ngasih duluan, nanti takutnya kuisioner kamu terabaikan.”


            Bintang merasa bersalah saat membaca pesan kedua dari Hiro. Ia telah membohonginya, tetapi Hiro dengan ketidaktahuannya malah masih memikirkan bagaimana nasib kuisioner Bintang.

            “Maaf ya sekali lagi. Kamu baik banget, makasih ya..”
                                                                                                Status: Delivered to Hiro

            Pagi ini adalah pagi yang kacau bagi Bintang. Perihal Ara yang kesal karena tidak diberi kabar akan keberangkatan kereta, emosi Bintang yang belum tersampaikan kepada Karin, persoalan Tristan yang terabaikan sms-nya karena bingung akan hadir atau tidak ke pesta kelulusannya, serta kesalahan Bintang yang lupa akan janjinya dengan Hiro hingga akhirnya ia terpaksa membohonginya.
Pagi pukul 07.30 WIB, lengkap dengan awan kelabu yang akhirnya menumpahkan hujan lebatnya-membuat Bintang tak berniat lagi untuk mandi. Emosi nya hampir meletup. Tetapi ia tak ingin mengagalkan rencana keberangkatan liburannya pagi ini. Bagaimanapun pagi ini harus berangkat!
 Dengan langkah gontainya, Bintang menuju kamar mandi. Hanya 5 menit ia mandi, kemudian segera memilih baju yang akan dipakai, serta mengemasi baju yang akan ia masukkan ke dalam koper.
Pukul 08.00 WIB, Bintang sudah berdandan rapi mengenakan kaos berwarna putih dibalut dengan jaket berwarna biru muda dengan bawahan celana jeans berwarna hitam. Rambut panjang yang biasanya tergerai, kini diikat dengan tali rambut berwarna hitam, sebagian poni panjangnya ia sangkutkan di bagian belakang telinga. Ia bersiap menuju ruang makan sambil tangan kanan nya menggeret koper mini dan tangan kiri nya memegang sepatu kets. Di meja makan sudah ada Mama dan Papa nya yang sedari tadi menunggu Bintang selesai berdandan.
“Bintang kamu yakin mau pergi ke Jogja naik kereta? Kenapa tidak pakai mobil saja nak?” Mama nya khawatir karena ia tidak pernah sekalipun pergi menggunakan transportasi umum. Biasanya Bintang diantar sopir atau membawa kendaraan sendiri.
“Aku yakin Ma, tapi aku minta diantar Papa untuk pergi ke stasiun.” Bintang meyakinkan Mama nya sambil merogoh saku celana jeans nya, mengambil kunci mobil nya, kemudian diserahkannya kunci mobil itu ke Papa nya.
“Oh gitu, oke deh nanti Papa antar.” Papa nya mengusap pelan rambut Bintang, kemudian melanjutkan sarapannya.
Saat Bintang sedang menikmati roti bakarnya, handphone nya berdering.
“Hallo..”
“Hallo, kamu udah berangkat belum?” Karin berbicara dari ujung telepon.
“Aku lagi sarapan nih.” Bintang menjawab santai sambil mengecup jarinya yang terkena lelehan selai coklat.
“Buruan berangkat, jalanan macet nih.”
“Oke, sebentar lagi berangkat.” Bintang langsung menutup telepon nya.
Bintang melahap habis roti bakarnya dan segera mengajak Papa nya untuk mengantarkanya ke stasiun.



Pukul 08.30, hujan di kota itu sudah mulai reda. Bintang berlari kecil dari mobil menuju kanopi stasiun Grogol. Pandangan matanya langsung menjelajah seisi stasiun untuk mencari dimana Karin berada. Bintang berjalan menghampiri Karin yang ternyata sedang duduk di ruang tunggu.
“Hei Karin, udah lama kamu disini?” Bintang langsung duduk disebelah Karin, meletakkan kopernya di sebelah koper Karin.
“Lumayan.”
“Ara kemana?”
“Ara? Oh iya aku lupa semalam belum ngasih tau jadwal keberangkatan kereta. Maaf ya.” Karin baru sadar akan kesalahannya.
“Tadi pagi Ara telepon aku, dia kesal karena nggak dikasih tau jadwal keberangkatan kereta, padahal dia ada janji sama dosen pembimbing mau ketemu di kampus jam setengah 9 pagi.” Bintang menerocos panjang, menatap Karin dengan air muka yang kesal.
“Hah? Berarti sekarang lagi nemuin dosen ya? Maaf banget ya Bin.” Karin memegang tangan Bintang supaya dimaafkan.
“Kalau dia ketinggalan kereta gimana?” Bintang melepas genggaman tangan Karin.
“Maaf…” Karin merasa sangat bersalah. Ia mengambil handphone dari dalam tas nya dan segera menelepon Ara. Berulang kali ia menelepon Ara, tetapi tak kunjung diangkat.
Tiba-tiba sosok Ara muncul menghampiri Bintang dan Karin yang sedang takut kalau Ara tidak jadi ikut liburan.
“Kamu udah ketemu dosen pembimbing? Kok cepet banget? Skripsi nya masih direvisi lagi nggak?” Bintang langsung menjejali banyak pertanyaan saat Ara datang.
“Huh, tadi dosen pembimbing ku tiba-tiba batalin janji, pagi ini harus terbang ke Surabaya karena mertua nya sakit. Entah berapa lama beliau disana.” Ara menjawab lesu.
Karin berdiri menepuk pundak Ara yang belum duduk di kursi ruang tunggu. “Sabar ya, kita liburan aja dulu.”
“Tenang aja, nanti kita bakal wisuda cepet kok nyusul si Tristan.” Bintang keceplosan menyebut nama Tristan di hadapan teman-temannya.
Sontak pernyataan Bintang membuat kaget teman-temannya. “Kamu bilang apa tadi? Tristan udah wisuda? Kapan?” Ara bertanya bertubi-tubi. “Iya kapan?” Karin ikut menimpali.
Agak kaku Bintang menjawab, “Hm, hari ini dia wisuda. Tadi pagi dia ngasih tau aku.” Ia lalu mengambil handphone di saku celana jeans nya. “Nih baca aja sendiri sms dari Tristan.”
“Wah, kita diduluin nih sama Tristan. Nggak lama dari hari ini, kita harus wisuda!” Ara tersulut semangatnya mendengar kabar bahwa teman sekelas nya sudah ada yang wisuda lebih dulu.
“Nggak usah panik gitu Ra. Katamu datangnya jodoh aja ada waktunya, nah sama aja kayak wisuda, cuma soal waktu.” Bintang meniru kata-kata yang sempat keluar dari bibir Ara kemarin.
“Eh iya.” Ara menjawab singkat sambil menggaruk kepala nya.
“Eh ngomong-ngomong sms dari Tristan kamu bales gimana? Kan kamu nggak bisa datang ke pestanya.” Karin mengotak-atik handphone Bintang, mencari pesan terkirim yang tertuju kepada Tristan.
“Hmm, aku nggak bales sms dari dia.” Bintang menjawab singkat pertanda ia tak ingin membahas Tristan lagi.  “Eeh udah mau berangkat tuh kereta api nya, kita kesana yuk.” Bintang mengajak teman-temannya berjalan menuju kereta api setelah mendengar suara tanda kereta api akan berangkat.

Karin menggumam pelan, “semoga liburan kali ini menyenangkan ya.” Ia berjalan di belakang mengikuti Bintang dan Ara yang sudah berjalan terlebih dahulu.