Friday 10 April 2015

Perpisahan



“bukan perpisahan yang menyakitkan yang aku harapkan, tapi kebaikan buat kita”

Perpisahan mana yang tidak menyakitkan? Bukankah perpisahan selalu menyakitkan ya? Sekalipun  perpisahan hanya terjadi karena beda tempat tinggal, perpisahan karena pindah sekolah, perpisahan karena pergi jauh walaupun cuma sesaat pun semuanya sama saja kan? Menyakitkan!

Manusia mana yang tidak meneteskan air mata saat perpisahan?
bisa saja orang yang terlihat tegar berpura-pura menyembunyikan tangisannya, padahal ia sendiri meneteskan air mata dalam hati. Bukan lagi mata bengap yang ia dapatkan, tapi sesak di hati yang lebih menyakitkan. Ya, bengap hatinya.

Kebaikan? Mengapa kebaikan selalu diletakkan di akhir? Saat perpisahan?

Bukankah kebaikan seharusnya selalu ada di setiap awal, proses, serta akhir?
kasihan sekali ya, “kebaikan” selalu mendapat giliran di akhir proses.

Mungkin saat ini kebaikan cuma jadi alasan untuk mengakhiri. :)

Persimpangan

Jalan memang tak ada yang sempurna, terkadang terjal dan curam, berkelok, bahkan ada yang dihiasi batu yang tajam. Tak mungkin selalu lurus mulus beraspal. Untuk mencapai suatu tujuan yang kita inginkan, tak jarang pula dihadapkan pada sebuah persimpangan. Kita dituntut untuk memilih satu jalan di antara persimpangan tersebut. Selain itu untuk fokus terhadap tujuan, kita harus punya denah agar tak tersesat.

Sayangnya dalam perjalanan kita, aku tak punya denah. Dan saat aku telah sampai pada suatu persimpangan itu, tentu sa
ja aku kebingungan memilih arah.