Pagi
ini pukul 07.00 WIB, awan kelabu menggantung-seolah siap menumpahkan hujan
lebat di kota metropolitan-yang pasti akan mengganggu para penghuninya apabila
benar hujan akan tumpah di senin pagi yang super sibuk itu. Terutama bagi
ketiga sahabat pejuang skripsi yang sudah memiliki rencana matang akan pergi
pagi ini. Mereka penat akan peliknya dunia kampus hingga memaksa mereka untuk
pergi melibur di hari kerja. Ketiga mahasiswi tingkat akhir itu memang sudah
tak ada tanggungan kuliah lagi, meskipun begitu ada momok yang lebih besar
ketimbang kuliah yaitu “skripsi”. Harapan mereka, dengan sejenak liburan bisa me-refresh otak yang sudah kadung buntu.
Dering
handphone yang ke-tujuh memaksa Bintang
untuk membuka matanya. Rambut panjang yang tergerai menutupi wajahnya, ia
sibakkan ke belakang. Cukup lama ia terduduk di tepi ranjang untuk sekedar
mengumpulkan nyawanya yang sempat pergi entah kemana semalam. Dengan malas ia
berjalan mengambil handphone yang sedang bedering di atas meja belajarnya.
“Hallo….”
Bintang kembali memejamkan mata saat mengangkat telepon. Ia tak sempat melihat
di layar mengenai siapa yang menelepon.
“Hallo
Bintang, kereta berangkat jam berapa?”
“Oh
ini Ara ya, kan aku udah bilang tadi malam kalau kita berangkat jam 9 pagi dari
Stasiun Grogol.” Bintang mencoba menjelaskan sambil menguap tanda masih
mengantuk.
“What!! Kamu kenapa baru bilang sama aku?
Aku udah janji sama dosen pembimbing mau ketemu jam setengah 9 pagi, yah itupun
kalau beliau datang tepat waktu,” tanya Ara setengah berteriak menunjukkan
kepanikannya.
“Loh,
aku kan udah bilang sama Karin berangkat jam 9 pagi. Aku suruh dia untuk bilang
ke kamu.”
“Karin
nggak kasih kabar apa-apa tuh semalam,” jawab Ara dengan kesal.
“Oh
mungkin dia lupa. Semalam aku telepon kamu-tapi hp mu nggak aktif-jadi aku
suruh Karin yang ngasih tau kamu. Maaf ya,” jawab Bintang merasa bersalah.
“Iya
deh, ya udah aku siap-siap ke kampus dulu mau nyerahin revisian.”
“Oke
sukses unt…..” belum selesai Bintang menyemangati, Ara sudah menutup teleponnya
terlebih dahulu. Ia kesal dengan Karin, karena pesannya tidak disampaikan ke Ara.
Ia berniat untuk mengocehi Karin saat bertemu di stasiun nanti.
Selepas mengangkat telepon dari Ara, Bintang
menyempatkan diri untuk melihat layar handphone-nya sebelum pergi ke kamar mandi. Di layar,
terlihat 6 pemberitahuan panggilan tak terjawab dari Ara, dan 2 pesan masuk. Ia
buka pesan pertama yang pengirimnya adalah nomor tidak dikenal.
Sender: 085xxxxxxxxx
“Apa
kabar Bintang Senjani? Hari ini aku wisuda. Kalau nggak keberatan, kamu nanti
malam datang ya ke rumahku untuk sekedar ikut acara perayaan hari kelulusanku. Ajak
teman-teman kamu juga ya, Ara sama Karin. Thanks. By: Tristan”
Cukup
lama Bintang menatap layar, ia baca berulang kali pesan dari Tristan. Ia sempat
bingung, karena hari ini ia sudah ada rencana akan pergi liburan bersama kedua
sahabatnya. Namun akhirnya Bintang tak membalas pesan dari Tristan. Ia tak
ingin membatalkan acara liburannya yang sempat tak disetujui oleh Ara.
“Hmm
Tristan Aryawicaksana, S.E. Ternyata Tristan lebih dulu mendapat gelar sarjana
daripada aku. Selamat ya….” Bintang hanya menggumam pelan.
Di dalam hati kecilnya, ia sempat ingin mengingat kembali masa-masa pacaran dengan Tristan. Tetapi segera ia tepis agar tidak berlarut-larut mengingat masa lalunya yang sekarang sudah ia lupakan, katanya. Ia melanjutkan untuk membuka pesan kedua yang nama pengirimnya sudah tak asing baginya.
Sender:
Hiro
“Bintang
hari ini kita jadi ke perusahaan untuk nyerahin kuisioner skripsi kita kan? Kita
ketemuan di kampus dulu ya jam 9 pagi.”
Hiro
adalah teman sekelasnya yang sudah 3 bulan terakhir ini tak pernah absen untuk
mengirim pesan setiap hari barang sekali-dua kali. Hiro memang satu tim
penelitian dengan Bintang sejak 3 bulan yang lalu, mereka sering bekerjasama,
berdiskusi, dan sesekali bertemu untuk membahas mengenai topik skripsi mereka.
Bagi mereka, selalu ada saja topik pembicaraan yang dibahas apabila mereka
tidak berjumpa di kampus.
Dan pagi ini, Bintang lupa kalau sudah ada janji dengan Hiro akan pergi ke perusahaan tempat penelitiannya berlangsung.
“Maaf
banget ya Hiro, aku nggak bisa hari ini. Mendadak ada urusan keluarga di Jogja
selama seminggu. Kamu duluan aja nyerahin kuisionernya, minggu depan aku
nyusul.”
Status: Delivered to Hiro
Bintang
terpaksa berbohong kepada Hiro. Ia berpikiran bahwa pasti Hiro akan marah besar
apabila mengetahui kalau ia liburan bersama teman-temannya selama seminggu.
Sender: Hiro
“Oke
deh nggak apa-apa. Aku ke perusahaannya nunggu kamu pulang aja. Soalnya kan kita
satu tim, kuisioner kita saling berkaitan. Kalau aku ngasih duluan, nanti
takutnya kuisioner kamu terabaikan.”
Bintang merasa bersalah saat membaca pesan kedua dari Hiro. Ia telah membohonginya, tetapi Hiro dengan ketidaktahuannya malah masih memikirkan bagaimana nasib kuisioner Bintang.
“Maaf
ya sekali lagi. Kamu baik banget, makasih ya..”
Status:
Delivered to Hiro
Pagi ini adalah pagi yang kacau bagi
Bintang. Perihal Ara yang kesal karena tidak diberi kabar akan keberangkatan
kereta, emosi Bintang yang belum tersampaikan kepada Karin, persoalan Tristan
yang terabaikan sms-nya karena bingung akan hadir atau tidak ke pesta
kelulusannya, serta kesalahan Bintang yang lupa akan janjinya dengan Hiro
hingga akhirnya ia terpaksa membohonginya.
Pagi
pukul 07.30 WIB, lengkap dengan awan kelabu yang akhirnya menumpahkan hujan
lebatnya-membuat Bintang tak berniat lagi untuk mandi. Emosi nya hampir
meletup. Tetapi ia tak ingin mengagalkan rencana keberangkatan liburannya pagi
ini. Bagaimanapun pagi ini harus berangkat!
Dengan langkah gontainya, Bintang menuju kamar
mandi. Hanya 5 menit ia mandi, kemudian segera memilih baju yang akan dipakai,
serta mengemasi baju yang akan ia masukkan ke dalam koper.
Pukul
08.00 WIB, Bintang sudah berdandan rapi mengenakan kaos berwarna putih dibalut
dengan jaket berwarna biru muda dengan bawahan celana jeans berwarna hitam.
Rambut panjang yang biasanya tergerai, kini diikat dengan tali rambut berwarna
hitam, sebagian poni panjangnya ia sangkutkan di bagian belakang telinga. Ia
bersiap menuju ruang makan sambil tangan kanan nya menggeret koper mini dan
tangan kiri nya memegang sepatu kets. Di meja makan sudah ada Mama dan Papa nya
yang sedari tadi menunggu Bintang selesai berdandan.
“Bintang
kamu yakin mau pergi ke Jogja naik kereta? Kenapa tidak pakai mobil saja nak?”
Mama nya khawatir karena ia tidak pernah sekalipun pergi menggunakan
transportasi umum. Biasanya Bintang diantar sopir atau membawa kendaraan
sendiri.
“Aku
yakin Ma, tapi aku minta diantar Papa untuk pergi ke stasiun.” Bintang
meyakinkan Mama nya sambil merogoh saku celana jeans nya, mengambil kunci mobil
nya, kemudian diserahkannya kunci mobil itu ke Papa nya.
“Oh
gitu, oke deh nanti Papa antar.” Papa nya mengusap pelan rambut Bintang,
kemudian melanjutkan sarapannya.
Saat
Bintang sedang menikmati roti bakarnya, handphone
nya berdering.
“Hallo..”
“Hallo,
kamu udah berangkat belum?” Karin berbicara dari ujung telepon.
“Aku
lagi sarapan nih.” Bintang menjawab santai sambil mengecup jarinya yang terkena
lelehan selai coklat.
“Buruan
berangkat, jalanan macet nih.”
“Oke,
sebentar lagi berangkat.” Bintang langsung menutup telepon nya.
Bintang
melahap habis roti bakarnya dan segera mengajak Papa nya untuk mengantarkanya
ke stasiun.
Pukul
08.30, hujan di kota itu sudah mulai reda. Bintang berlari kecil dari mobil
menuju kanopi stasiun Grogol. Pandangan matanya langsung menjelajah seisi
stasiun untuk mencari dimana Karin berada. Bintang berjalan menghampiri Karin
yang ternyata sedang duduk di ruang tunggu.
“Hei
Karin, udah lama kamu disini?” Bintang langsung duduk disebelah Karin,
meletakkan kopernya di sebelah koper Karin.
“Lumayan.”
“Ara
kemana?”
“Ara?
Oh iya aku lupa semalam belum ngasih tau jadwal keberangkatan kereta. Maaf ya.”
Karin baru sadar akan kesalahannya.
“Tadi
pagi Ara telepon aku, dia kesal karena nggak dikasih tau jadwal keberangkatan
kereta, padahal dia ada janji sama dosen pembimbing mau ketemu di kampus jam
setengah 9 pagi.” Bintang menerocos panjang, menatap Karin dengan air muka yang
kesal.
“Hah?
Berarti sekarang lagi nemuin dosen ya? Maaf banget ya Bin.” Karin memegang
tangan Bintang supaya dimaafkan.
“Kalau
dia ketinggalan kereta gimana?” Bintang melepas genggaman tangan Karin.
“Maaf…”
Karin merasa sangat bersalah. Ia mengambil handphone
dari dalam tas nya dan segera menelepon Ara. Berulang kali ia menelepon Ara,
tetapi tak kunjung diangkat.
Tiba-tiba
sosok Ara muncul menghampiri Bintang dan Karin yang sedang takut kalau Ara
tidak jadi ikut liburan.
“Kamu
udah ketemu dosen pembimbing? Kok cepet banget? Skripsi nya masih direvisi lagi
nggak?” Bintang langsung menjejali banyak pertanyaan saat Ara datang.
“Huh,
tadi dosen pembimbing ku tiba-tiba batalin janji, pagi ini harus terbang ke
Surabaya karena mertua nya sakit. Entah berapa lama beliau disana.” Ara
menjawab lesu.
Karin
berdiri menepuk pundak Ara yang belum duduk di kursi ruang tunggu. “Sabar ya,
kita liburan aja dulu.”
“Tenang
aja, nanti kita bakal wisuda cepet kok nyusul si Tristan.” Bintang keceplosan
menyebut nama Tristan di hadapan teman-temannya.
Sontak
pernyataan Bintang membuat kaget teman-temannya. “Kamu bilang apa tadi? Tristan
udah wisuda? Kapan?” Ara bertanya bertubi-tubi. “Iya kapan?” Karin ikut
menimpali.
Agak
kaku Bintang menjawab, “Hm, hari ini dia wisuda. Tadi pagi dia ngasih tau aku.”
Ia lalu mengambil handphone di saku
celana jeans nya. “Nih baca aja sendiri sms dari Tristan.”
“Wah,
kita diduluin nih sama Tristan. Nggak lama dari hari ini, kita harus wisuda!”
Ara tersulut semangatnya mendengar kabar bahwa teman sekelas nya sudah ada yang
wisuda lebih dulu.
“Nggak
usah panik gitu Ra. Katamu datangnya jodoh aja ada waktunya, nah sama aja kayak
wisuda, cuma soal waktu.” Bintang meniru kata-kata yang sempat keluar dari bibir
Ara kemarin.
“Eh
iya.” Ara menjawab singkat sambil menggaruk kepala nya.
“Eh
ngomong-ngomong sms dari Tristan kamu bales gimana? Kan kamu nggak bisa datang
ke pestanya.” Karin mengotak-atik handphone Bintang, mencari pesan terkirim
yang tertuju kepada Tristan.
“Hmm,
aku nggak bales sms dari dia.” Bintang menjawab singkat pertanda ia tak ingin
membahas Tristan lagi. “Eeh udah mau
berangkat tuh kereta api nya, kita kesana yuk.” Bintang mengajak teman-temannya
berjalan menuju kereta api setelah mendengar suara tanda kereta api akan
berangkat.
Karin
menggumam pelan, “semoga liburan kali ini menyenangkan ya.” Ia berjalan di
belakang mengikuti Bintang dan Ara yang sudah berjalan terlebih dahulu.
0 komentar:
Post a Comment