Saturday 4 June 2016

LONG JOURNEY (Bagian dua: Berbohong)

Pagi ini pukul 07.00 WIB, awan kelabu menggantung-seolah siap menumpahkan hujan lebat di kota metropolitan-yang pasti akan mengganggu para penghuninya apabila benar hujan akan tumpah di senin pagi yang super sibuk itu. Terutama bagi ketiga sahabat pejuang skripsi yang sudah memiliki rencana matang akan pergi pagi ini. Mereka penat akan peliknya dunia kampus hingga memaksa mereka untuk pergi melibur di hari kerja. Ketiga mahasiswi tingkat akhir itu memang sudah tak ada tanggungan kuliah lagi, meskipun begitu ada momok yang lebih besar ketimbang kuliah yaitu “skripsi”. Harapan mereka, dengan sejenak liburan bisa me-refresh otak yang sudah kadung buntu.
Dering handphone yang ke-tujuh memaksa Bintang untuk membuka matanya. Rambut panjang yang tergerai menutupi wajahnya, ia sibakkan ke belakang. Cukup lama ia terduduk di tepi ranjang untuk sekedar mengumpulkan nyawanya yang sempat pergi entah kemana semalam. Dengan malas ia berjalan mengambil handphone yang sedang bedering di atas meja belajarnya.   
“Hallo….” Bintang kembali memejamkan mata saat mengangkat telepon. Ia tak sempat melihat di layar mengenai siapa yang menelepon.
“Hallo Bintang, kereta berangkat jam berapa?”
“Oh ini Ara ya, kan aku udah bilang tadi malam kalau kita berangkat jam 9 pagi dari Stasiun Grogol.” Bintang mencoba menjelaskan sambil menguap tanda masih mengantuk.
What!! Kamu kenapa baru bilang sama aku? Aku udah janji sama dosen pembimbing mau ketemu jam setengah 9 pagi, yah itupun kalau beliau datang tepat waktu,” tanya Ara setengah berteriak menunjukkan kepanikannya.
“Loh, aku kan udah bilang sama Karin berangkat jam 9 pagi. Aku suruh dia untuk bilang ke kamu.”
“Karin nggak kasih kabar apa-apa tuh semalam,” jawab Ara dengan kesal.
“Oh mungkin dia lupa. Semalam aku telepon kamu-tapi hp mu nggak aktif-jadi aku suruh Karin yang ngasih tau kamu. Maaf ya,” jawab Bintang merasa bersalah.
“Iya deh, ya udah aku siap-siap ke kampus dulu mau nyerahin revisian.”
“Oke sukses unt…..” belum selesai Bintang menyemangati, Ara sudah menutup teleponnya terlebih dahulu. Ia kesal dengan Karin, karena pesannya tidak disampaikan ke Ara. Ia berniat untuk mengocehi Karin saat bertemu di stasiun nanti.
 Selepas mengangkat telepon dari Ara, Bintang menyempatkan diri untuk melihat layar handphone-nya sebelum pergi ke kamar mandi. Di layar, terlihat 6 pemberitahuan panggilan tak terjawab dari Ara, dan 2 pesan masuk. Ia buka pesan pertama yang pengirimnya adalah nomor tidak dikenal.


Sender: 085xxxxxxxxx
“Apa kabar Bintang Senjani? Hari ini aku wisuda. Kalau nggak keberatan, kamu nanti malam datang ya ke rumahku untuk sekedar ikut acara perayaan hari kelulusanku. Ajak teman-teman kamu juga ya, Ara sama Karin. Thanks. By: Tristan”

Cukup lama Bintang menatap layar, ia baca berulang kali pesan dari Tristan. Ia sempat bingung, karena hari ini ia sudah ada rencana akan pergi liburan bersama kedua sahabatnya. Namun akhirnya Bintang tak membalas pesan dari Tristan. Ia tak ingin membatalkan acara liburannya yang sempat tak disetujui oleh Ara.
“Hmm Tristan Aryawicaksana, S.E. Ternyata Tristan lebih dulu mendapat gelar sarjana daripada aku. Selamat ya….” Bintang hanya menggumam pelan.

Di dalam hati kecilnya, ia sempat ingin mengingat kembali masa-masa pacaran dengan Tristan. Tetapi segera ia tepis agar tidak berlarut-larut mengingat masa lalunya yang sekarang sudah ia lupakan, katanya. Ia melanjutkan untuk membuka pesan kedua yang nama pengirimnya sudah tak asing baginya.

Sender: Hiro
“Bintang hari ini kita jadi ke perusahaan untuk nyerahin kuisioner skripsi kita kan? Kita ketemuan di kampus dulu ya jam 9 pagi.”

Hiro adalah teman sekelasnya yang sudah 3 bulan terakhir ini tak pernah absen untuk mengirim pesan setiap hari barang sekali-dua kali. Hiro memang satu tim penelitian dengan Bintang sejak 3 bulan yang lalu, mereka sering bekerjasama, berdiskusi, dan sesekali bertemu untuk membahas mengenai topik skripsi mereka. Bagi mereka, selalu ada saja topik pembicaraan yang dibahas apabila mereka tidak berjumpa di kampus.

Dan pagi ini, Bintang lupa kalau sudah ada janji dengan Hiro akan pergi ke perusahaan tempat penelitiannya berlangsung.

“Maaf banget ya Hiro, aku nggak bisa hari ini. Mendadak ada urusan keluarga di Jogja selama seminggu. Kamu duluan aja nyerahin kuisionernya, minggu depan aku nyusul.”
Status: Delivered to Hiro

Bintang terpaksa berbohong kepada Hiro. Ia berpikiran bahwa pasti Hiro akan marah besar apabila mengetahui kalau ia liburan bersama teman-temannya selama seminggu.


Sender: Hiro
“Oke deh nggak apa-apa. Aku ke perusahaannya nunggu kamu pulang aja. Soalnya kan kita satu tim, kuisioner kita saling berkaitan. Kalau aku ngasih duluan, nanti takutnya kuisioner kamu terabaikan.”


            Bintang merasa bersalah saat membaca pesan kedua dari Hiro. Ia telah membohonginya, tetapi Hiro dengan ketidaktahuannya malah masih memikirkan bagaimana nasib kuisioner Bintang.

            “Maaf ya sekali lagi. Kamu baik banget, makasih ya..”
                                                                                                Status: Delivered to Hiro

            Pagi ini adalah pagi yang kacau bagi Bintang. Perihal Ara yang kesal karena tidak diberi kabar akan keberangkatan kereta, emosi Bintang yang belum tersampaikan kepada Karin, persoalan Tristan yang terabaikan sms-nya karena bingung akan hadir atau tidak ke pesta kelulusannya, serta kesalahan Bintang yang lupa akan janjinya dengan Hiro hingga akhirnya ia terpaksa membohonginya.
Pagi pukul 07.30 WIB, lengkap dengan awan kelabu yang akhirnya menumpahkan hujan lebatnya-membuat Bintang tak berniat lagi untuk mandi. Emosi nya hampir meletup. Tetapi ia tak ingin mengagalkan rencana keberangkatan liburannya pagi ini. Bagaimanapun pagi ini harus berangkat!
 Dengan langkah gontainya, Bintang menuju kamar mandi. Hanya 5 menit ia mandi, kemudian segera memilih baju yang akan dipakai, serta mengemasi baju yang akan ia masukkan ke dalam koper.
Pukul 08.00 WIB, Bintang sudah berdandan rapi mengenakan kaos berwarna putih dibalut dengan jaket berwarna biru muda dengan bawahan celana jeans berwarna hitam. Rambut panjang yang biasanya tergerai, kini diikat dengan tali rambut berwarna hitam, sebagian poni panjangnya ia sangkutkan di bagian belakang telinga. Ia bersiap menuju ruang makan sambil tangan kanan nya menggeret koper mini dan tangan kiri nya memegang sepatu kets. Di meja makan sudah ada Mama dan Papa nya yang sedari tadi menunggu Bintang selesai berdandan.
“Bintang kamu yakin mau pergi ke Jogja naik kereta? Kenapa tidak pakai mobil saja nak?” Mama nya khawatir karena ia tidak pernah sekalipun pergi menggunakan transportasi umum. Biasanya Bintang diantar sopir atau membawa kendaraan sendiri.
“Aku yakin Ma, tapi aku minta diantar Papa untuk pergi ke stasiun.” Bintang meyakinkan Mama nya sambil merogoh saku celana jeans nya, mengambil kunci mobil nya, kemudian diserahkannya kunci mobil itu ke Papa nya.
“Oh gitu, oke deh nanti Papa antar.” Papa nya mengusap pelan rambut Bintang, kemudian melanjutkan sarapannya.
Saat Bintang sedang menikmati roti bakarnya, handphone nya berdering.
“Hallo..”
“Hallo, kamu udah berangkat belum?” Karin berbicara dari ujung telepon.
“Aku lagi sarapan nih.” Bintang menjawab santai sambil mengecup jarinya yang terkena lelehan selai coklat.
“Buruan berangkat, jalanan macet nih.”
“Oke, sebentar lagi berangkat.” Bintang langsung menutup telepon nya.
Bintang melahap habis roti bakarnya dan segera mengajak Papa nya untuk mengantarkanya ke stasiun.



Pukul 08.30, hujan di kota itu sudah mulai reda. Bintang berlari kecil dari mobil menuju kanopi stasiun Grogol. Pandangan matanya langsung menjelajah seisi stasiun untuk mencari dimana Karin berada. Bintang berjalan menghampiri Karin yang ternyata sedang duduk di ruang tunggu.
“Hei Karin, udah lama kamu disini?” Bintang langsung duduk disebelah Karin, meletakkan kopernya di sebelah koper Karin.
“Lumayan.”
“Ara kemana?”
“Ara? Oh iya aku lupa semalam belum ngasih tau jadwal keberangkatan kereta. Maaf ya.” Karin baru sadar akan kesalahannya.
“Tadi pagi Ara telepon aku, dia kesal karena nggak dikasih tau jadwal keberangkatan kereta, padahal dia ada janji sama dosen pembimbing mau ketemu di kampus jam setengah 9 pagi.” Bintang menerocos panjang, menatap Karin dengan air muka yang kesal.
“Hah? Berarti sekarang lagi nemuin dosen ya? Maaf banget ya Bin.” Karin memegang tangan Bintang supaya dimaafkan.
“Kalau dia ketinggalan kereta gimana?” Bintang melepas genggaman tangan Karin.
“Maaf…” Karin merasa sangat bersalah. Ia mengambil handphone dari dalam tas nya dan segera menelepon Ara. Berulang kali ia menelepon Ara, tetapi tak kunjung diangkat.
Tiba-tiba sosok Ara muncul menghampiri Bintang dan Karin yang sedang takut kalau Ara tidak jadi ikut liburan.
“Kamu udah ketemu dosen pembimbing? Kok cepet banget? Skripsi nya masih direvisi lagi nggak?” Bintang langsung menjejali banyak pertanyaan saat Ara datang.
“Huh, tadi dosen pembimbing ku tiba-tiba batalin janji, pagi ini harus terbang ke Surabaya karena mertua nya sakit. Entah berapa lama beliau disana.” Ara menjawab lesu.
Karin berdiri menepuk pundak Ara yang belum duduk di kursi ruang tunggu. “Sabar ya, kita liburan aja dulu.”
“Tenang aja, nanti kita bakal wisuda cepet kok nyusul si Tristan.” Bintang keceplosan menyebut nama Tristan di hadapan teman-temannya.
Sontak pernyataan Bintang membuat kaget teman-temannya. “Kamu bilang apa tadi? Tristan udah wisuda? Kapan?” Ara bertanya bertubi-tubi. “Iya kapan?” Karin ikut menimpali.
Agak kaku Bintang menjawab, “Hm, hari ini dia wisuda. Tadi pagi dia ngasih tau aku.” Ia lalu mengambil handphone di saku celana jeans nya. “Nih baca aja sendiri sms dari Tristan.”
“Wah, kita diduluin nih sama Tristan. Nggak lama dari hari ini, kita harus wisuda!” Ara tersulut semangatnya mendengar kabar bahwa teman sekelas nya sudah ada yang wisuda lebih dulu.
“Nggak usah panik gitu Ra. Katamu datangnya jodoh aja ada waktunya, nah sama aja kayak wisuda, cuma soal waktu.” Bintang meniru kata-kata yang sempat keluar dari bibir Ara kemarin.
“Eh iya.” Ara menjawab singkat sambil menggaruk kepala nya.
“Eh ngomong-ngomong sms dari Tristan kamu bales gimana? Kan kamu nggak bisa datang ke pestanya.” Karin mengotak-atik handphone Bintang, mencari pesan terkirim yang tertuju kepada Tristan.
“Hmm, aku nggak bales sms dari dia.” Bintang menjawab singkat pertanda ia tak ingin membahas Tristan lagi.  “Eeh udah mau berangkat tuh kereta api nya, kita kesana yuk.” Bintang mengajak teman-temannya berjalan menuju kereta api setelah mendengar suara tanda kereta api akan berangkat.

Karin menggumam pelan, “semoga liburan kali ini menyenangkan ya.” Ia berjalan di belakang mengikuti Bintang dan Ara yang sudah berjalan terlebih dahulu.

0 komentar:

Post a Comment